Asal Usul Upacara Ngarot di Kampung Budaya ~ DESA KAREDOK dikenal juga sebagai Kampung Budaya, merupakan sebuah desa di wilayah Kabupaten Sumedang, Jawab Barat, tepatnya di Kecamatan Jatigede adalah sebuah desa yang banyak menyimpan misteri, banyak kejadian diluar nalar tetapi memang benar-benar terjadi, seperti tersesatnya mobil kedalam hutan yang berada dibelakang desa, padahal semua orang tahu bahwa tidak ada akses jalan kendaraan beroda empat yang dapat menuju ke wilayah desa ini.
Akses jalan satu-satu, baik pejalan kaki dan (hanya) kendaraan roda dua / motor saja yang dapat memasuki wilayah desa Karedok ini berupa jembatan gantung yang membentang sepanjang 93 meter diatas aliran sungai Cimanuk (lihat gambar)
#FOTO DIATAS ADALAH Akses jalan masuk satu-satunya menuju Kampung Budaya, Desa Karedok.
Mata pencaharian warga desa adalah sebagai petani, maka upacara tradisional yang berkaitan dengan pertanian tentu ada dan tetap dijaga kelestariannya dengan mengadakan upacara adat pada setiap tahunnya, terutama ketika pada musim tanam padi maupun ketika menjelang panen tiba.
Beberapa upacara adat tradisional yang kerap dilakukan di desa Karedok ini terdiri dari beberapa upacara, diantaranya adalah:
- Ngarot / Ngaruat (Tutup buku Guar Bumi),
- Ngabeungkat (membersihkan irigasi pertanian),
- Memandikan kucing (upacara untuk meminta hujan)
- Mapag Sri (upacara yang dilakukan setelah masa panen),
Pada saat upacara adat tersebut tentu kesenian sebagai salah satu bentuk hiburan rakyat akan ditampilkan kesenian, seperti:
- Tayuban,
- Dogdog,
- Genjring,
- Bangreng.
Ada beberapa kesenian yang dilarang dan tidak boleh diadakan di seluruh wilayah Desa Karedok oleh warga desa, baik pada upacara adat, ataupun pesta hajat apapun, kesenian yang tidak boleh ditampilkan tersebut adalah:
- tari Topeng,
- Wayang Golek dan
- Wayang Kulit.
Asal Usul Upacara Ngarot di Kampung Budaya
Ngarot merupakan padanan kata dari Ngaruat (membersihkan), konon pada sekitar 1900, desa dilanda wabah penyakit yang banyak memakan tidak hanya korban warga tetapi binatang ternak pun banyak yang mati mendadak.
Tersebutlah kuwu (kepala desa) saat itu Bp Erum bersama dengan polisi desa (keamanan kampung) bernama Ki Maryamin melakukan tirakat selama 40 hari 40 malam, dan pada malam terakhir mendapat wangsit dari leluhur desa yang dimakamkan di Cisahang, jika mereka harus memotong kerbau dan menanam kepala kerbau tersebut ditengah-tengah desa (dialun-alun desa).
setelah kuwu bersama seluruh warga melaksanakan wangsit tersebut, wabah penyakit yang menyerang desa berangsur-angsur hilang, maka sejak itu upacara ngaruat desa (membersihkan desa) yang sekarang dikenal dengan nama NGAROT selalu dilaksanakn setiap tahunnya pada bulan Oktober dimana pada umumnya bulan oktober musim hujan akan segera tiba.
NGAROT atau dikenal juga dengan TUTUP BUKU GUAR BUMI dapat berarti akhir dari segala tahapan bertani dan bersawah, dan GUAR BUMI dapat berarti (membalikkan tanah) yang merupakan sebagai awal dari kehidupan yang baru.