Buya gelar yang disematkan pada pangkal namanya itu merupakan panggilan khas untuk menyebut kiai di Minangkabau.
Beliau mewarisi darah ulama dan pejuang yang kokoh pada pendirian ayahnya yang terkenal sebagai ulama pelopor gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau serta salah satu tokoh utama gerakan pembaruan yang membawa reformasi Islam (kaum muda).
Baca juga:
Buya Hamka anak sulung dari Dr Abdul Karim Amrullah dan Shafiyyah.
Dijawab oleh Buya Hamka: Iya, dulu sewaktu saya muda kitabnya baru satu. Namun setelah saya mempelajari banyak kitab, saya sadar ternyata ilmu Islam itu sangat luas dulu saya baru baca satu kitab namun sekarang saya sudah baca seribu kitab....diceritakan oleh KH. Zuhrul Anam mendengar dari gurunya, Prof. DR. As-Sayyid Al-Habib Muhammad bin Alwi al- Maliki Al-Hasani, dari gurunya Al-Imam Asy-Syaikh Said Al-Yamani beliau mengatakan:
اذازاد نظر الرجل واتسع فكره
قل انكاره على الناس “
Jikalau seseorang bertambah ilmunya dan luas cakrawala pemikiran serta sudut pandangnya, maka ia akan sedikit menyalahkan orang lain
Maka semakin gemar menyalahkan orang lain menunjukkan semakin bodoh dan semakin dangkal ilmunya, semakin tinggi ilmu seseorang maka akan semakin tawadhu (rendah hati), carilah guru yang tidak pernah menyalahkan orang lain dan tidak mudah mengkafirkan siapapun.
Hal ini sama seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk.
Semoga post Buya Hamka (Saya Qunut dan Maulid Setelah Baca 1000 Kitab), mampu menjadikan kita semua berilmu padi