Dalam hitungan jam setelah Syech Ali Jaber ditusuk seorang pemuda, media sosial bukannya dipenuhi do'a keprihatinan. Justru caci maki mendominasi, dengan tuduhan utama menuju ke arah penguasa; "ulah rezim komunis laknat yang ingin menghabisi Ulama!" Para pencaci itu mengaku manusia beriman, yang sejatinya Tuhan tak pernah menganjurkan perbuatan itu dalam kitab suci apapun..
Makian itu dilakukan secara buta akibat hasutan para ulama "abal-abal" dan politisi "odong-odong" yang telah berlangsung lama. Hasutan itu terjebak di pojokan otak, yang membuatnya susah untuk menguap. Dan lagi-lagi ini akibat modus jahat politisasi agama; penipuan politik berjubah dogma yang membuat kekecewaan politik jadi kebencian berkerak. Nalarnya terikat, hatinya terpenjara.
Demi dukungan politik, mereka tiada henti mengajari umat untuk "kencing berlari." Pemuka agama mencaci melalui media sosial untuk mendongkrak harga diri politiknya, lalu umat menganggapnya sebagai anjuran. "Maka timbullah sekte baru; agama Media Sosial," kata Mona.
Yang menarik dari hasil riset Mona adalah; berkata kasar di media sosial cenderung dilakukan akun anonim. Ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan aslinya mereka adalah sosok yang selalu tampil bermoral dan agamis - semacam "kemunafikan virtual", menurut istilah Mona. Sebaliknya akun asli namun tetap melakukan caci maki, berarti ia hanya ingin menunjukkan sosok agamisnya di media sosial - dalam kehidupan nyata sebenarnya biasa saja. Ini kata Mona bukan kata mamang, jadi jangan maki mamang.
Sedang hasil riset mamang mah nggak pernah berubah; para pemaki bisa "Ampas Pilpres" bisa "Zombie Klepon," atau malah keduanya. Nah, silakan maki mamang.
Setelah baca Syech Ali Jaber di Tusuk USTADZ ABAL-ABAL MALAH CACI MAKI, jangan lupa seruput kopinya